BRANCH PROFIT TAX KKKS: TARIF TAX TREATY ATAU TARIF PSC?
Tulisan 2 : Kedudukan Hukum Tax Treaty Di Hadapan Undang-Undang Pajak Penghasilan
Masih ingat resensi buku diblog-ku ini yang
berjudul “Tax Treaty” dengan pengarang Bapak Anang Mury Kurniawan, SST, Ak,
ternyata tak diduga-duga beliau jadi salah satu pengajar diklat DTSS PPh
Menengah yang sedang aku ikuti minggu ini, untuk materi diklat “Perpajakan Internasional”. Sayangnya beliau ngajar di
kelas sebelah bukan dikelasku, its oke
masih bisa aku temui saat break dan
tentunya tak lupa menggunakan kesempatan emas untuk sedikit discuss (lebih tepatnya nanya2) dengan
beliau (pengennya bukuku ditandatangani beliau tapi tuh buku ternyata kutinggal
di kantor).
Dihari ketiga kemarin belum berhasil ketemu karena saat break si bapak dosen ini sudah dikerubuti peserta diklat, dan kutunggu hingga 20 menit (ini artinya 20 menit waktu break-ku hangusss) kerumunan belum juga berakhir, apa boleh buat harus cari waktu lain. Dosen yang mengajarku menyarankan untuk menemui beliau pada jam makan siang di ruang makan dosen, tapi gak enak hati mengganggu beliau, ya sudah next time mudah-mudahan dipanggil diklat lagi dengan materi impian "PERPAJAKAN INTERNASIONAL". Wow!!
----
Tulisan kali ini
mau mengupas kedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan/ tax treaty yang diadakan antara Indonesia dengan Negara lain.
Dirunut dari dasar hukum yang paling dasar dari diadakannya perjanjian
perpajakan antar negara, yaitu:
1.
Pasal 11 ayat (1) UUD 1945 beserta peraturan
perubahannya yang berbunyi:
“Presiden
dengan persetujuan DPR menyatakan perang, damai dan membuat perjanjian dengan
Negara lain”
Menurut Bagir Manan jika dikaitkan
dengan tugas kewenangan DPR yaitu legislasi maka persetujuan DPR ini adalah
berupa Undang-Undang.
Menurut Damos D. Agusman menyatakan
persetujuan DPR ini tidak saja berupa UU, tapi dapat juga bentuk lain yang
bersifat formil.
Dari 2 pendapat tersebut dapat
disimpulkan bahwa kedudukan hukum dari perjanjian perpajakan adalah sama dengan
UU Nasional seperti Undang-Undang lainnya.
2.
Pasal 32 A Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan
bahwa:
“Dalam
rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara lain
diperlukan suatu perangkat hokum yang berlaku khusus (lex-specialis) yang
mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing Negara guna memberikan kepastian
hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan
pajak. Adapun bentuk dan materinya mengacu pada konvensi internasinal dan
ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing Negara”
Menurut UU PPh kedudukan hukum
persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) adalah sebagai aturan yang khusus
(lex specialis) dihadapan
Undang-Undang PPh, sehingga dalam hal terdapat ketentuan yang mengatur hal yang
sama maka ketentuan P3B yang akan diberlakukan.
Oke, demikian kedudukan hukum dari sebuah traktat, terkait dengan topik bahasan utama yaitu BRANCH PROFIT TAX KKKS: TARIF TAX TREATY ATAU TARIF PSC, disarankan jangan mengambil kesimpulan apapun dulu dari Tulisan 2 ini karena disamping terlalu dini untuk mengambil kesimpulan juga kita belum melihat kedudukan hukum dari PSC. Tulisan-3 akan membahas "Kedudukan Hukum Production Sharing Contract Di Hadapan Tax Treaty".
Daftar Bacaan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan
Modul DTSS Menengah Pajak Penghasilan
Special Thanks:
Bapak Muhamad Riefqi Santoso--Dosen Perpajakan Internasional Pusdiklat Pajak----atas short discuss-nya
Nulis Diiringi
lagunya Stephen Bishop---It Might Be You. Lagu ini jadi theme song-nya film lawas
Tootsie yang dibintangi Dustin Hoffman, film jenis komedi yang asli
romantis…tis dan sarat makna (tentang seseorang yang jungkir balik
mempertahankan idealismenya)! Like dis dan recommended banget deh pokoknya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar