DEMI KENYAMANAN SEMUA PIHAK SEBAGIAN BESAR TULISAN INI TELAH DIHAPUS SECARA PERMANEN. TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG, SUDAH MEMBACA, SUDAH LEAVE COMMENT!
Riuh rendah temuan hasil audit BPKP pada
pertengahan tahun 2011 yang menyebutkan bahwa berdasarkan hasil audit BPKP
tahun 2010 terdapat 14 kontraktor migas yang menunggak Pajak Penghasilan senilai
USD159,3 juta (Rp1,58 triliun jika dikurskan). Kekurangan pembayaran yang oleh
media masa disebut sebagai tunggakan ini terjadi akibat beberapa KKKS
menerapkan tarif branch profit tax
(PBDR) sesuai tarif tax treaty antara
negara Indonesia dan negara domisili KKKS. Sedangkan menurut BPKP dalam
menghitung branch profit tax KKKS
seharusnya menggunakan tarif sesuai PSC yang lebih tinggi dari tarif tax treaty.
Selisih antara penggunaan tarif berdasarkan tax treaty dan tarif berdasarkan
PSC inilah yang kemudian jadi temuan BPKP dan oleh media masa disebut2 sebagai
tunggakan pajak 14 kontraktor migas itu.
Dampak langsung dari temuan tersebut pada bidang tugasku sebagai Account
Representative (AR) pada KPP Minyak dan Gas Bumi adalah bahwa hasil audit BPKP
yang dituangkan dalam Laporan Hasil Audit (biasa disebut sebagai LHA) ini harus
ditindaklanjuti dengan menagih kekurangan pembayaran yang diakibatkan oleh selisih
tarif tersebut di atas. Cara menagihnya dari mulai yang soft banget, yaitu penerbitan surat himbauan pembayaran selisih
tarif sampai dengan penerbitan SKPKB melalui prosedur verifikasi.
Oke back to
topic, jika diatas disebutkan bahwa masalah penerapan tarif atas branch profit tax/PBDR ini masih dispute, maka disini mau coba dicari
pemahaman se-dispute apa sih?. Tapi
harap sabar, tulisan tentang itu akan dibahas pada tulisan-tulisan berikutnya.
Ditulis
dengan setting suara kodok dari kebun sebelah diiringi lagunya Peabo Bryson—Baby Can You Stop The Rain
yang menyayat hati (cocok sekali buat sesiapapun yang pernah merasakan sakitnya sebuah kehilangan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar