Tulisan
dibawah ini merupakan pindahan dari Blog Rumah Maret (soalnya tulisan2
mengenai kerjaan direquest pembaca untuk dipisahkan ke Blog tersendiri)
dan kupindahkan apa adanya tanpa kuedit supaya historinya masih
meninggalkan jejak (baca: males ngedit). Baeklah.
Sudah lama tak menjamah Blog ini, seperti biasa karena tertimbun kerjaan di siang hari akhirnya tidur malamnya jadi tak terkendali. Subuh ini, pengennya posting yang enak2 misale resep steak gitcu, tapi ternyata fotonya masih di kamera dan kameranya lagi dalam pengawasan my hubby gara2 tempo hari kameranya kutaruh sembarangan dan dibanting Afkar, mudah ditebak kamera jadul kesayangan tewas berkeping-keping. Akibatnya si emak ini dipleroki sama hubby walopun akhirnya dibeliin lagi tapi daya jamahku jadi terbatas. Huh!!
Sudah lama tak menjamah Blog ini, seperti biasa karena tertimbun kerjaan di siang hari akhirnya tidur malamnya jadi tak terkendali. Subuh ini, pengennya posting yang enak2 misale resep steak gitcu, tapi ternyata fotonya masih di kamera dan kameranya lagi dalam pengawasan my hubby gara2 tempo hari kameranya kutaruh sembarangan dan dibanting Afkar, mudah ditebak kamera jadul kesayangan tewas berkeping-keping. Akibatnya si emak ini dipleroki sama hubby walopun akhirnya dibeliin lagi tapi daya jamahku jadi terbatas. Huh!!
Ya sudah deh daripada taking to much
yang ndak penting, kita ngobrol yang serius dulu tentang biaya
konsultan pajak yang dibahas pada Peraturan Pemerintah Nomor 79 tahun
2010 tentang Biaya Operasi Yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak
Penghasilan Di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Telat banget baru
dibahas sekarang secara tu PP sudah mulai berlaku pada tanggal 20
Desember 2010 (tanggal diundangkan). Nah kalo masalah telat banget, my answer is "yooben".
Pertama mau kukutip bulat-bulat dulu bunyi PP 79 Tahun 2010 khususnya yang membahas tentang "biaya konsultan pajak", here it is:
Pasal 13
Jenis biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan meliputi:
i. biaya konsultan pajak
Penjelasan:
Cukup jelas
Penjelasan:
Cukup jelas
Sebelum
PP 79 Tahun 2010 ini diterbitkan belum ada aturan dari Direktorat
Jenderal Pajak yang mengatur tentang diperbolehkan atau tidaknya biaya
konsultan pajak ini dimasukkan ke dalam daftar biaya cost recovery. Lha trus gimana selama ini?
Sebenarnya sebelum adanya PP 79 Tahun 2010 yang jelas-jelas mengatur masalah biaya konsultan pajak ini terbit sudah ada Peraturan
Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2008 tanggal 30 Juni 2008 tentang
Jenis-Jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Yang Tidak
Dapat Dikembalikan Kepada Kontraktor Kontrak Kerjasama. Pertanyaanya, lalu bagaimana perlakuan biaya konsultan pajak ini sebelum adanya Permen 22 Tahun 2008?
Menurut hasil penerawanganku terhadap biaya konsultan pajak sebelum adanya Permen 22 Tahun 2008 ini ada beberapa kemungkinan yaitu dapat di cost recovery dan tidak dapat di cost recovery. Terhadap KKKS yang diaudit BPKP kemungkinannya ada 2, auditor a akan melakukan koreksi atas biaya tersebut dan auditor b tidak melakukan koreksi. Tergantung pertimbangan hukum dari masing2 auditor. Waduh...bahaya dong kalo begitu (enggak tuh biasa aja!), namanya juga gak ada aturan yang jelas!
Menurut hasil penerawanganku terhadap biaya konsultan pajak sebelum adanya Permen 22 Tahun 2008 ini ada beberapa kemungkinan yaitu dapat di cost recovery dan tidak dapat di cost recovery. Terhadap KKKS yang diaudit BPKP kemungkinannya ada 2, auditor a akan melakukan koreksi atas biaya tersebut dan auditor b tidak melakukan koreksi. Tergantung pertimbangan hukum dari masing2 auditor. Waduh...bahaya dong kalo begitu (enggak tuh biasa aja!), namanya juga gak ada aturan yang jelas!
Yang menarik, dulunya apabila
auditor melakukan koreksi atas biaya tersebut, biasanya akan dikonter dengan kalimat sakti
yang ada dalam KMK yang juga sakti, yang kemana-mana selalu di
gotong-gotong apabila ada biaya yang dikoreksi, yaitu KMK
267/KMK.012/1978 tanggal 19 Juli 1978 tentang Tata Cara Penghitungan dan
Pembayaran Pajak Perseroan Dan Pajak Atas Bunga, Dividen Dan Royalti
Yang Terhutang Oleh Kontraktor Yang Melakukan Kontrak Production Sharing
(Kontrak Bagi Hasil) Di Bidang Minyak Dan Gas Bumi, Dengan Perusahaan
Pertambangan Minyak Dan Gas Bumi Negara (Pertamina).
Dan inilah kalimat yang saya maksud itu:
Pasal 2
Dasar Pengenaan Pajak Perseroan dan Pajak atas Bunga, Dividen dan Royalty yang terhutang oleh Kontraktor adalah Laba Kena Pajak.
Pasal 4
(1)
Untuk menghitung Laba Kena Pajak termaksud dalam Pasal 2, pendapatan
kotor dikurangi dengan biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih dan
memelihara penghasilan.
Di Pasal 4 itulah point-nya, setiap biaya yang tidak diijinkan untuk cost recovery akan dikurangkan dari kewajiban pajak dengan reason : itu adalah termasuk biaya untuk mendapatkan, menagih dan memelihara penghasilan (biaya 3 M yang demikian luasnya). So cool ya! but ayam sori biasanya argumen seperti ini selalunya juga tak terlalu sulit untuk dipatahkan oleh para auditor. (semoga).
Adapun mengenai Peraturan
Menteri ESDM Nomor 22 Tahun 2008 tanggal 30 Juni 2008 tentang
Jenis-Jenis Biaya Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Yang Tidak
Dapat Dikembalikan Kepada Kontraktor Kontrak Kerjasama, disitu diatur
hal yang sama persis dengan PP 79 tahun 2010, mau tau? baiklah
kukutipkan:
Lampiran
Jenis-jenis biaya kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi yang tidak dapat dikembalikan kepada Kontraktor Kontrak Kerjasama:
5) Pembebanan Biaya Konsultan Pajak (Tax Consultant Fee)
Jadi
sebenarnya untuk masa sebelum PP 79 Tahun 2010 berlaku, aturan mengenai
konsultan pajak ini sudah ada (ya memang sih yang mengeluarkan
aturannya bukan DJP), tapi Permen-nya ESDM tersebut memang jadi acuannya
KKKS.
Ringkasnya begini nih:
- Periode 20 Desember 2010 s/d sekarang : Berlaku PP 79 Tahun 2010--Tidak dapat dikembalikan
- Periode 30 Juni 2008 s/d 19 Desember 2010 : Berlaku Permen ESDM Nomor 22 Tahun 2008
- Periode sebelum 30 Juni 2008
1. Secara khusus
Terdapat
Surat BP Migas (sekarang SKK Migas) Nomor 453/BPC0000/2008/S4 tanggal
25 Juni 2008 yang ditujukan kepada KKKS tertentu (catat ya hanya KKKS
tertentu yang namanya dilampirkan pada Surat Tersebut) yang berisi:
a. Biaya konsultan pajak tidak dapat dibebankan dalam operating cost
apabila biaya tersebut berikut dengan jasa konsultasi untuk
menyelesaikan urusan urusan administrasi, perhitungan dan pelaporan
pajak ke Direktorat Jenderal Pajak atas Pajak Penghasialn (PPh) Badan
Pasal 25 dan 29 serta PPh atas Personal Income Pasal 21 dan 26.
| |
b.
Dalam hal KKKS berselisih pendapat dengan Kantor Pajak dalam
pelaksanaan peraturan perpajakan yang mengakibatkan KKKS memerlukan
konsultan pajak untuk membela kepentingannya dengan mengajukan banding
ke Pengadilan Pajak dan atau mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung, biaya
tersebut dapat dibebankan dalam operating cost dengan syarat
bahwa putusan Pengadilan Pajak dan atau Putusan Mahkamah Agung
menyetujui banding dan atau kasasi yang diajukan oleh KKKS.
|
2. Secara umum
Belum
ada aturan yang mengatur sehingga murni pertimbangan hukum dari
auditor atau bila masalah pembebanan ini sampai ke meja hijau tentunya
tergantung dengan pendapat hukum dari majelis hakim. Dan catatan penting
saya disini adalah sedikit sentimen nasionalisme disenggol, kenafa?
Can
you imagine? Negara harus membayari biaya konsultan pajak yang
dikeluarkan perusahaan minyak asing untuk melawan negara itu sendiri
sama halnya bila saya berperkara melawan anda di pengadilan
(Naudzubillah) dan saya minta dibayari sampean buat nyewa pengacara yang
akan membela saya (dan tentunya melawan anda), apa anda mau??? emoooh
kan?.
Jadi menurut saya pribadi absolutely biaya konsultan pajak ini memang tak elok untuk di cost recovery,
jadi ya enggak perlu juga dikasih note "boleh asal menang di pengadilan
dan bla bla yang lain", tapi yang sudah telanjur ya sudahlah toh sejak
Desember 2010 dan seterusnya sudah ada kejelasan hukumnya.
Sudah segitu dulu bahasan mengenai biaya konsultan pajak terkait cost recovery, next time sambung lagi.
Tulisan dan pendapat di atas murni pendapat saya dan tidak mewakili institusi tempat saya bekerja yaitu DJP, jadi no offense please!!
saya mau tanya dong... tapi maaf sebelumnya jika pertanyaan saya tidak sesuai topik.
BalasHapusbagaimana penerapan Tax Planning terhadap PPh badan pada perusahaan minyak dan Gas Bumi? apakah dapat menggunakan cara yang sama seperti pada perusahaan swasta (pemilihan metode penyusutan, pemilihan pengadaan aset secara leasing atau cash, pemilihan metode perhitungan PPh 21, dll)?
lalu adakah pengaruh Cost recovery jika perusahaan akan melakukan Tax Planning. mohon penjelasanny ya bu... saya sedang mengajukan judul untuk skripsi... jadi jawannya sangat saya harapkan.. terimakasuh banyak sebelumnya :)
Oke saya maafkan, tax planning jelas barang mubah (terlalu lebay kalau saya bilang “barang haram”) untuk saya bicarakan dengan pihak diluar institusi tempat saya bekerja, karena bidang tugas saya sebagai Account Representative memiliki tujuan yang tidak searah dengan tujuan dari tax planning, dimana tax planning merupakan strategi untuk meminimumkan kewajiban pajak si Wajib Pajak. Tapi baiklah saya berbagi clue sedikit mungkin dapat menjadi trigger buat mbak Arafah untuk belajar, pertama dari segi biaya yang boleh dan tak boleh dikurangkan: Wajib Pajak pada umumnya mengacu pada ketentuan Pasal 6 dan Pasal 9 UU PPh sedang biaya-biaya KKKS mengacu pada ketentuan PP 79 Tahun 2010 (sebelum lahir PP 79 Tahun 2010 mengacu pada ketentuan dari ESDM).
BalasHapusUntuk pertanyaan “adakah pengaruh tax planning terhadap cost recovery?” maksudnya ini mungkin tax planning dari segi kutak katik biaya ya, jadi kalau cost recovery itu pintunya di SKK Migas tentunya oleh SKK Migas hanya biaya-biaya yang sesuai ketentuan sajalah yang boleh di-cost recovery.
Demikian, maaf jika tak sesuai yang diinginkan!