Jumat, 24 Mei 2013

PRINSIP-PRINSIP PERPAJAKAN INDUSTRI HULU MIGAS

Saat awal-awal belajar tentang industri migas, kosakata berikut ini terus menerus kudengar, dan rupanya kalau mau runut belajar migasnya mestinya ini dibaca duluan. Tapi misalnya sudah sekian lamanya waktu berlalu dan baru kemudian belajar kosakata ini, its oke, pemahaman akan lebih mantap dan komprehensif juga kok (berat kali bahasanya).
Perlu juga kusebutkan disini bahwa sumber tulisanku ini adalah dari Buku Panduan Proses Bisnis dan Aspek Perpajakan Kantor Pelayanan Pajak Minyak dan Gas Bumi  yang ditulis oleh Tim KPP Migas tentunya atas supervisi dari guru migas kami yaitu Bapak Dewa Made Budiarta.

Yuk mareee, dipelototi satu persatu.
Prinsip-Prinsip Perpajakan Industri Migas:

1. Block Basis
 Penghitungan bagi hasil dan PPh Migas dihitung berdasarkan kegiatan usaha pada blok. 

2. Ring Fence Policy
Ring Fence Policy adalah kebijakan yang membatasi hak dan kewajiban suatu kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di satu Wilayah Kerja Pertambangan (WKP), (tidak bisa dikonsolidasikan ke WKP lainnya yang dimiliki oleh KKKS yang sama).
Tujuan dari kebijakan ini adalah agar KKKS yang dimiliki oleh satu perusahaan induk dan beroperasi di beberapa wilayah kerja tidak dapat melakukan konsolidasi biaya dari beberapa wilayah kerja tersebut, baik untuk tujuan cost recovery maupun untuk tujuan perhitungan PPh Badan (Tax Consolidation).
Sesuai dengan prinsip ini, maka setiap WKP harus diusahakan oleh satu entity, dan setiap entity, baik operator maupun silent partner, yang mempunyai penyertaan di suatu WKP, wajib memiliki NPWP sendiri. Dalam hal Wajib pajak mengelola beberapa WKP, maka WP tersebut harus membentuk badan hukum yang terpisah untuk setiap WKP, dan wajib memiliki NPWP sendiri untuk tiap-tiap WKP.

3. Uniformity Principle
Yaitu biaya-biaya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak harus diartikan sama dengan biaya yang dihitung berdasarkan PSC. Dengan demikian cost of oil harus sama dengan cost of tax, artinya bahwa biaya-biaya operasi yang boleh dibebankan (Cost Recoverable) menurut KKKS harus sama dengan biaya-biaya yang boleh dibebankan menurut UU PPh (Tax Deductible). Dengan demikian penghasilan untuk kepentingan penghitungan KKKS sama dengan penghasilan untuk kepentingan penghitungan pajak. Azas ini mengharuskan penghitungan PPh yang terutang oleh KKKS mengikuti ketentuan yang tertuang dalam UU PPh, sehingga terdapat keseragaman dengan WP Non Migas lainnya dalam penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

4. Assume and Discharge

Pemerintah menanggung dan membebaskan Kontraktor dari pajak-pajak Indonesia lainnya termasuk pajak pertambahan nilai, pungutan ekspor dan impor terhadap barang-barang, peralatan dan barang-barang persediaan yang dibawa ke Indonesia oleh Kontraktor, dengan berlakunya PP 79 Tahun 2010, assume and discharge tidak diberlakukan lagi sehingga sekarang Kontraktor berkewajiban membayar sendiri pajak-pajak tidak langsung tersebut di atas.

5. Kompensasi Kerugian
UU PPh menyatakan bahwa kerugian dalam satu tahun pajak dapat dikompensasikan selama 5 (lima) tahun berturut-turut. Pembatasan jangka waktu kerugian yang dapat dikompensasikan tidak dikenal dalam bidang usaha hulu migas ini. Atas biaya operasi yang belum di recovery pada tahun-tahun sebelumnya, diizinkan untuk dilakukan pada setiap tahun berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

2 komentar:

  1. Tulisan singkat dan padat sgt bwrguna bagi pemula........ditunhhu tulisan selanjutnya ttg MInyak dan gas bumi

    BalasHapus
  2. Terima kasih kunjungan dan komentarnya ya.

    BalasHapus