Bertahun tahun
lalu saat masih bertugas di Kantor Pelayanan Pajak Jakarta Duren Sawit yang
notabene adalah daerah hunian yang padat Wajib Pajak Orang Pribadi sekaligus
padat Wajib Pajak Badan jenis Perdagangan Besar dan Konstruksi, kami para Account Representative biasa
diperbantukan untuk jadi peneliti SPT Tahunan yang mau dilaporkan. Jaman
sebelum sistem drob box diberlakukan,
keberadaan tim Peneliti ini wajib kudu ada, karena disamping keberadaan tim
peneliti ini dapat dengan signifikan membantu mengurangi SPT Tahunan Tidak
Lengkap dan SPT Tahunan salah isi (Unbalance)
juga tim peneliti ini dikerahkan untuk membantu Wajib Pajak yang datang dengan
blanko kosong dan mengatakan “pak/bu, ngisinya gimana ya”.
Sudah jadi
habit-nya orang Indonesia yang memegang teguh prinsip “mefet-mefet itu asyik”, maka pelaporan SPT Tahunan juga akan padat sekali pada
2 atau 3 hari menjelang batas akhir pelaporan. Pada hari-hari itu petugas
pelayanan dan Account Representative ditambah
beberapa petugas yang diperbantukan pulang hingga larut malam. Ini sudah
terkondisikan setiap tahunnya, ada atau tidak ada uang lemburnya (seringnya gak
ada sih). Saat menjelang jam pelaporan ditutup,
di kursi2 antrian banyak anak-anak dan juga suami-suami yang menjemput ibu/istri
mereka dengan mata sepet karena ngantuk sementara ibu mereka ternyata masih
sibuk coret sana –coret sini (pernah ngalamin 10 menit menjelang jam akhir
pelaporan ada seorang ibu-ibu bendaharawan pemerintah yang membawa setumpuk SPT
Tahunan Orang Pribadi yang masih kosong melompong minta diajarin ngisi SPT satu
persatu yang celakanya setelah dijelaskan berkali2 tetap gak ngerti
jugak----akhirnya kita semua para peneliti saling berpandangan dan tertawa
bersamaan---never ending SPT, batin
kami kompak). Capek berubah jadi hepi saat Kepala Kantor menyalami kami satu
persatu dengan penuh kekeluargaan dan kami saling mengucapkan “selamat ya”. Gak
jelas selamat atas apa, yang penting waktu lembur sudah berakhir?
Menjadi
peneliti SPT Tahunan pada masa itu menyisakan banyak cerita, terutama
menyangkut sikap-sikap Wajib Pajak yang beraneka rupa, here it is ceritanya:
1. Seorang anggota dewan dari fraksi “sesuatu
banget” datang bersama ajudannya. Prosedur umum dialkukan, SPT dicek sana –sini,
dan:
Me:
“Bapak pengisiannya masih belum tepat”, (lalu kujelaskan dengan bahasa yang
seksama dan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya)-hayah.
Bapak: “Kok dihitung dengan cara embak jadi kurang ya pajaknya”
(catat! he call me “embak” ya bukan
“embah”).
Me:”Ini
bukan
hitungan cara saya pak tapi cara Undang-Undang” (lalu dikeluarkanlah
buku-buku sakti (Undang-Undang, aturan pelaksanaan juga Buku Petunjuk)
yang memang dipersiapkan untuk mengantisipasi WajibPajak2 yang
ingin tahu banyak seperti ini).
Beruntung bapak ini kooperatif setelah dijelaskan dan
akhirnya kembali lagi dikeesokan harinya dengan Surat Setoran Pajak tentunya.
Terakhir dia minta pinjam name tag yang
saya pakai katanya untuk dicatat dan you
know what dia bilang gini : “saya kenal dekat dengan Pak Darmin (waktu itu
masih Pak Darmin Dirjennya), nanti saya akan sampaikan nama Anda ke Beliau
supaya anda bisa naik jabatan.
Me:
“Wah pak nggak perlu repot-repot pak, wong jabatan saya ini sudah mentereng dan dalam
bahasa enggres pula “Account Representative”, dikantor pajak
yang jabatannya dalam bahasa enggres cuma dua lho pak yaitu Account Representative dan Cleaning Service.
Dan si Bapak menjabat tangan saya sambil
terbahak-bahak (yaaa ampun padahal candaan model begini ditelinga orang pajak
basi banget kan?)
2. Seorang bapak datang dengan SPT Tahunan PPh
Badan yang menyatakan Lebih Bayar, dan saya jelaskan bahwa kelebihan bayar akan
dikembalikan namun melalui pemeriksaan terlebih dahulu apakah benar kelebihan
atau kekurangan atau impas, dan ketika akan saya jelaskan tahap-tahap
pemeriksaan itu seperti apa, si Bapak memotong pembicaraan dan dengan dengan
polosnya bilang gini : “ya sudah deh mbak, periksa aja sekarang saya tungguin,
biar uangnya langsung bisa saya bawa”----WHATTTT!!! Diperiksa dan ditungguin
lalu dibayar, hellloo ini kantor pajak ya bukan tempat penukaran uang.
3. Seorang bapak yang mempunyai los beras di Pasar
Induk Cipinang datang kepadaku membawa catatan omset penjualannya selama
setahun, dan sebagai pemilik NPWP baru minta petunjuk untuk mengisi SPT Tahunan
Orang Pribadi untuk pertama kalinya. Batinku terkagum2, satu toko saja bisa
segini besar omsetnya. Pertama kulakukan adalah menghitung cepat berapa
kira-kira PPh terutangnya, dan cukup fantastis untuk ukuran KPP Pratama Jakarta
Duren Sawit. Feelingku mengatakan si
bapak ini akan terkaget2 dan menolak mentah2 begitu tahu berapa jumlah PPh terutang yang
harus dia setor, maka aku memintanya untuk tandatangan catatan omset tersebut
dan secepat kilat minta tolong OB untuk fotokopi di lantai 3. Sambil menunggu
fotokopi saya jelaskan tata cara penghitungannya dan saat mendebarkan itu tiba,
begitu tahu jumlah pajak terutangnya si Bapak berkata sambil siap-siap pergi “kalau kayak begini
caranya lebih baik saya gak usah punya NPWP dan gak usah lapor pajak seperti
yang lain”. Si bapak langsung pamit membawa catatan omset yang telah digandakan dan NPWP yang sudah dicatat.
4. Seorang ibu paruh baya, telah selesai mengisi
SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, namun petugas bagian entry
mengantarkan ibu ini kembali kepadaku, usut punya usut ibu
ini ternyata ingin Tanda Terima SPT-nya yang warna kuning itu atas nama
dirinya. Berhubung NPWP itu milik suaminya mau tak mau yang muncul
adalah nama
suaminya. Setelah dijelaskan panjang kali lebar kali tinggi si ibu ini
tiba-tiba muntab dan secara berapi-api mengatakan“pokoknya saya nggak
mau tau,
saya mau lapor SPT atas nama saya, saya benci lihat nama suami saya,
baj****
tukang selingkuh, bla bla bla” sumpah serapahnya yang membabi buta
menunjukkan
kebencian yang amat dalam. Sebagai sesama perempuan (ecieee) daku
mendekati secara
hati ke hati, kujelaskan bagaimana caranya supaya bisa punya NPWP
sendiri dan
membuang jauh-jauh NPWP suami liarnya itu. Setelah tenang ibu yang
pernah berprofesi sebagai notaris ini bercerita bahwa suaminya jadi gila
harta sejak punya selingkuhan sampai-sampai dia dipersulit untuk bisa
berpisah
dengan suaminya tak lain tak bukan karena masalah gono-gini, dan dia
berkata
diujung curhatnya “saya nggak ada cemburu sama sekali mbak, ini masalah
harga
diri yang diinjak-injak”. Saat itu perasaanku bercampur aduk, dan lebih
bercampur aduk lagi saat kulihat antrian yang menjadi jatahku mulai
memanjang
karena untuk ibu ini saja saya menghabiskan waktu hampir 30 menitan.
Oalaah ono
ono wae.
Matraman penuh kenangan sepanjangan tahun 2007 sd 2008
Matraman penuh kenangan sepanjangan tahun 2007 sd 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar