Kamis, 23 Oktober 2014

STABILIZATION CLAUSE DALAM KONTRAK PSC





Background
Lama sekali tidak update blog ini, alasan klasik kesibukan yang terus sambung menyambung seakan tidak berujung. Banyak hal yang berseliweran di kepala dan siap untuk ditulis tapi pada akhirnya cuma jadi wacana karena kalimat sakti “belum nemu waktu yang pas” itu. Akhirnya di awal bulan Oktober ini saya azamkan di dalam hati ....empat kali empat sama dengan enam belas....sempat tidak sempat harap dibalas....bukan..bukan itu....intinya sempat tidak sempat saya  harus benar-benar mencari waktu yang pas itu.
Penting ya update blog?? Sebenarnya tidak juga, cuma kalau kita sedikit menengok tingkatan tertinggi dari Teori Hierarki Kebutuhan Hidup ala Maslow yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri maka update blog ini menjadi amat sangat fenting, kenafa? Semata-mata untuk aktualisasi diri aka eksis...hayah.

Stabilization Clause Secara Umum
Agak sulit menemukan referensi yang pas tentang istilah stabilization clause dalam bahasa Indonesia, saya coba buka buku-buku ilmu hukum (dan sedikit wawancara dengan konsultan hukum pribadi saya yang tidak pernah saya gajih (pake "h:)---suami eike....dan juga ngubek artikel disana-sini sayangnya tidak ada yang pas. Okeee nyerah akhirnya saya memilih memakai referensi asing saja..semoga tetap membumi.
Stabilisation clauses are contractual protections often incorporated into long term investment or concession contracts between international investors and states.
Over the life of the contract, the laws and regulations applicable to it may change. Some changes may be adverse to the economics of the project. To mitigate such risk, investors (as well as project lenders) often require stabilisation clauses to be incorporated into the principal project documents. The aim of stabilisation clauses is to insulate the project from adverse changes to the legal and fiscal environment.
Stabilization Clause adalah sebuah pasal yang memberikan perlindungan kepada para pihak yang terlibat dalam sebuah kontrak jangka atau kontrak konsesi antara investor luar negeri dan negara, karena dalam kurun waktu sejak kontrak ditandatangani hingga kontrak berakhir, peraturan atau hukum kemungkinan mengalami perubahan. Untuk meminimalisasi resiko yang diakibatkan oleh perubahan peraturan/hukum tersebut perlu adanya sebuah pasal stabilisasi di dalam sebuah kontrak yang setidaknya tidak merugikan kedua belah pihak yang terlibat dalam perjanjian.
Prakteknya dalam beberapa kasus pasal stabilisasi ini lebih menguntungkan kepentingan investor (...wajar karena terkadang pasal ini memang dijadikan salah satu dagangan untuk menarik investor jadi memang harus menguntungkan investor dong). Tidak menjadi masalah menguntungkan investor, sepanjang tidak merugikan negara....menjadi masalah ketika satu pihak diuntungkan dan satu pihak lagi dirugikan. Jangan yaa.....itu tidak baik untuk kesehatan.

Pada umumnya ada tiga tipe stabilization clause (sengaja saya cantumkan referensi aslinya karena khawatir terjemahan bebas dari saya mendistorsi maksud dan menghalangi pembaca dari mengetahui kebenaran yang sebenar-benarnya), yaitu:
1.         Freezing Clauses
Under 'freezing clauses', the law applicable to the contract is fixed (or "frozen") on the day the contract is made and applies throughout the life of the contract. This means that either:
the state agrees that any changes to legislation enacted after the date of the contract will not apply to the contract; or    if there is an inconsistency between the provisions of the contract and any new legislation, such inconsistent elements of the new legislation will not apply to the contract.
Dalam klausul jenis ini hukum yang berlaku dalam kontrak hanya mengacu pada hukum pada saat kontrak ditandatangani dan akan terus berlaku sampai dengan kontrak berakhir dengan kata lain semua perubahan peraturan/hukum setelah kontrak ditandatangani tidak akan berpengaruh terhadap kontrak.

2.         Economic Equilibrium Clauses
An 'economic equilibrium clause' is designed to stabilise the economic return of the investor rather than stabilise the legal or fiscal framework. The state is therefore entitled to make changes that impact the project but the investor and the state will consult to determine the relevant economic consequences, and the parties will renegotiate the contract to restore the investor's economic position or the state will simply pay compensation.

Dalam Economic Clauses dimungkinkan adanya pemberlakuan hukum/peraturan baru di dalam kontrak oleh negara dimana perusahaan/penandatangan kontrak dapat negoisasi ulang kontrak dan negara memberikan hak kompensasi.

3.         Hybrid clauses
A combination of the freezing and economic equilibrium clauses. Under these clauses, foreign investors are not automatically exempted from the application of new laws. Rather, these clauses provide that the investors may be granted an exemption. Hybrid clauses may also require compensation for certain specified changes in law as opposed to all laws that may affect the project and its foreign investors.

Dalam Hybrid Clause yang merupakan kombinasi dari dua tipe sebelumnya, investor tidak secara otomatis dikecualikan dari pemberlakuan peraturan/hukum baru, namun investor diberikan beberapa pengecualian . Intinya negara menetapkan posisi /pengecualian hal-hal/perubahan-perubahan apa yang mengikuti hukum baru dan hal-hal apa yang tetap sesuai hukum lama.

Stabilization Clause Dalam Kontrak PSC
Secara umum pada kontrak-kontrak PSC yang ditandatangani  tahun 2008 dan setelahnya rata-rata  telah mengatur masalah stabilization clause, meskipun terdapat satu-dua kontrak PSC yang sudah mengaturnya jauh sebelum tahun 2008.
Stabilization clause dalam kontrak PSC memiliki arti bahwa jika terjadi perubahan tarif UU PPh tidak berpengaruh terhadap after tax profit split yang 85:15, 75:25, 70:30, yang berubah hanya before tax profit split. Jadi pada akhirnya tidak ada yang berpengaruh dalam artian pemerintah tidak akan dirugikan karena penurunan tarif  disini diikuti kenaikan split before tax.
Ilustrasi untuk bagi hasil 85:15 adalah sebagai berikut :

PSC 2010 s/d Sekarang
PSC 2009
PSC 1994 s/d 2009
PSC 1984 s/d 1994
PSC sebelum 1985
PPh
25%
28%
30%
35%
45%
PBDR
15%
14.4%
14%
13%
11%
Pajak Kontraktor
40%
42.4%
44%
48%
56%
Bagian Kontraktor
25%
26.0417%
26.7857%
28.8462%
34.0909%
Bagian Pemerintah
75%
73.9583%
73.2143%
71.1538%
65.9091%

Pada saat pajak 56% , split before tax  sebesar 65.9091% : 34,0909%
Pada saat pajak turun menjadi 48%, split before tax  71.1538% : 28.8462%.
Pada saat pajak turun lagi mejadi 44%, split before tax  73.21% : 26.79%.
Begitu seterusnya sehingga split after tax tetap diangka 85 : 15.

Berikut saya kutip secara lengkap bunyi pasal di dalam kontrak PSC (Section XV Other Provisions) yang mengatur masalah tersebut:

It is agreed further in this contract that in the event that a new prevailing Indonesia Income Tax Law comes into effect, or the Indonesia Income Tax Law is changed, and contractor becomes subject to the provisions of such new or changed law, all the percentages appearing in section VI of this contract as applicable to the portions of contractor and GOI’s share so affected by such new or changed law shall be revised in order to maintain the same net income after tax for contractor or all participating interest holders in this contract.”

Selanjutnya disepakati dalam kontrak ini apabila terdapat Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia yang baru, atau Undang-Undang Pajak Penghasilan Indonesia diubah, dan kontraktor menjadi tunduk kepada Undang-Undang yang baru atau berubah tersebut, maka semua persentase yang dinyatakan dalam Bab VI kontrak ini yang berlaku bagi bagian kontraktor dan pemerintah yang terpengaruh oleh Undang-Undang baru atau perubahan tersebut, wajib diubah untuk menjaga penghasilan setelah pajak yang sama bagi kontraktor atau semua pemegang partisipasi interes dalam kontrak ini.

Terbukti yaa bahwa tidak semua pasal stabilisasi lebih menguntungkan investor, pasal stabilisasi harusnya memang cuma menjadi wadah untuk melindungi/mengatur (bukan untuk menguntungkan/merugikan salah satu pihak) apa saja yang belum pasti terkait dengan perubahan peraturan/hukum di masa mendatang yang memiliki efek yang signifikan terhadap para pihak di dalam kontrak dan isi pasal tersebut tentu tergantung sekali kesepakatan kedua pihak. 

Jadi tidak ada ceritanya setelah bunyi/isi pasal ini disepakati kemudian tiba-tiba salah satu pihak atau salah dua pihak berteriak kecolongan atau merasa dirugikan....lha kemarin kemana aja jeng brooo (kemarin ke Bandung konsinyering....ha ha ha  asli pamer banget). Intinya kedua belah pihak yang terlibat di dalam kontrak baik investor maupun negara berhak memasukkan pengaturan apapun di dalam stabilization clause ini, lalu disepakati lalu kemudian lagi dihormati atas azas good faith.


 “selesai ditulis di sepertiga malam yang akhir dalam senyap yang menginspirasi”


Bahan Bacaan:
1.       Kontan, 05 Agustus 2014 (Tulisan Bahrul Ilmi Yakup—Ketua Asosiasi Advokat Konstitusi dan Konsultan Hukum BUMN;
2.       Bukunya Benny Lubiantara---Ekonomi Migas;
3.       http://us.practicallaw.com (Glosssary Item-Stabilization Clause);
4.       http://www.lexology.com (stabilization clausess: issues and trends)

Ucapan terima kasih:
Untuk semua teman-teman peserta konsinyering bedah kontrak PSC di Braga Minggu lalu yang sungguh zuuperr semua, special thanks to tim analis dari KPP Migas: Futu, Dani, Pak Didik, Pak Irul, Pak Adhianto, Pak Deny Celo, dan Angga. Two Thumbs Up!!



3 komentar:

  1. Tulisannya bagus sekali, salut... tidak semua orang dapat menulis dengan bahasa yang ringan tapi lebih mudah untuk di mengerti.... Jenius

    BalasHapus
  2. mba, pajak kontraktor yang 42,4% di 2009 itu mulai berlakunya bulan apa ya..? soalnya yg 44% jg di tabelnya berlaku sampai 2009. terima kasih.

    BalasHapus