Senin, 23 September 2013

AKU TAK MAU MEMILIH



Pernahkah anda terjepit diantara dua pilihan yang dua-duanya sama-sama sulit untuk diputuskan? Saya pernah, saat itu saya sedang berada dalam puncak kekesalan dan butuh sebuah pelampiasan, disinilah saya mulai berada dalam posisi terjepit diantara dua pilihan yaitu mau pilih tabung elpiji atau granat untuk pelampiasan tadi.

www.tumblr.com
        Kejadian itu berulang ketika saya mendapat masukan/kritik membangun atas tulisan –tulisan saya dari teman-teman di Direktorat Jenderal Pajak. Saya bersyukur atas masukan-masukan tersebut dibanding saya tergelincir terlalu jauh dalam tulisan-tulisan saya dan kelak dikemudian hari jadi masalah buat diri saya dan pekerjaan saya. Masalahnya ketika saya mulai melakukan editing atas tulisan-tulisan itu rasanya ada yang teriris-iris di dalam sana (bawang kali buuuu diiris2), dan tanpa terasa berlinangan air liur mata, sedih campur aduk dan lagi-lagi mulai menimbang-nimbang pilihan sulit itu yaitu tabung elpiji atau granat untuk pelampiasan. Huaaaaa, sumpe aku tak mau memilih!

Tapi hari ini kejadian itu tinggallah cerita lucu karena saya memilih untuk cepat improve dan mengalir berdasarkan pertimbangan yang rasional  tentunya. Berangkat dari niat awal saya nulis dan publikasi melalui blog, yaitu hanya ingin menyalurkan minat dan sharing hal yang mungkin bermanfaat bagi orang lain. Buat apa dipendam sendiri,  jika dalam ilmu agama ada sebuah Hadist yang mengatakan “Sampaikan dariku (Rasulullah SAW) walau hanya satu ayat”, maka mengkiblat hal tersebut rasanya tidak terlalu mewah jika saya share pengetahuan saya yang seuprit ini dilapak blogspotku ini. Dan efek luar biasa yang tidak begitu saya pikirkan sebelumnya dari aktivitasku nulis dan ngeblog ini adalah bertambahnya banyak teman yang InsyaAllah bermanfaat, Alhamdulilah.
blog.unikom.ac.id

Pada saat sulit itu saya dapat nasehat yang mengena sekali dari teman, yaah sempat juga sih nangis-nangis bombay saat nasehat itu sampai ditelingaku tapi sekali lagi itu cuma fase yang harus dilalui untuk (mungkin) menjadi pribadi yang lebih kuat. Ternyata ada banyak hal dan kejadian yang memberi pilihan untuk kita apakah akan menjadikan sebuah kerikil itu sebuah cobaan atau sebuah lecutan. Clear?????

               
Seperti biasa ditulis disepertiga malam yang akhir dalam sepi yang tak pernah ingkar janji dan dalam senyap yang tak pernah berkhianat.

Minggu, 22 September 2013

PENGENAAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS FARM OUT SEBELUM BERLAKUNYA PP 79 TAHUN 2010



MUQODIMAH (hayah...)
Tiba-tiba teringat atasanku yang dulu almarhum Bapak Harry Slamet Harriady, aku menghormati sekaligus mengagumi beliau dalam banyak hal. Dalam memoriku beliau itu kombinasi dari pandai, cerdik, simpel, tulus, sedikit ndableg, sedikit nekat, dan selalu yakin dalam mengambil keputusan meskipun ada beberapa diantaranya bukan keputusan yang tepat. Pribadi yang menarik dan tentunya seksi, setidaknya itu yang ada dikepalaku dulu sekali saat baru lulus, fase mencari identitas dan saat itu dihadapkan pada boss yang cukup nyentrik dan beda tersebut. Hmmm!
Bertahun-tahun setelahnya walau berganti-ganti atasan, aku masih ngefans sama beliau, pemikiran-pemikirannya, nasehat-nasehatnya, juga kebaikan-kebaikannya. Bapak semoga kebaikanmu dapat menjadi penolongmu di alam sana, Amin.
Bicara soal pribadi yang menarik dan seksi (kenapa juga harus ada tambahan seksi sih------sssst biar lebay), tentu semua orang punya gambaran sendiri-sendiri. Sepakat!

TENTANG SURAT PENEGASAN ITU
Sedikit refresh tulisan sebelumnya yang mana saya menuliskan bahwa surat penegasan adalah bukan dasar hukum yang mengikat. Mengingat surat penegasan adalah jawaban atas sebuah pertanyaan maka surat penegasan hanya mengikat si penanya yang dicantumkan dalam surat penegasan tersebut.
Catatan penting dari surat penegasan Nomor S-472/PJ.42/2003 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Farm Out Perusahaan Asing adalah bahwa untuk tujuan perpajakan transaksi pengalihan interest/farm out pada kontrak bagi hasil dipersamakan dengan transaksi pengalihan saham pada perseroan biasa. Dan oleh karena dipersamakan dengan transaksi pengalihan saham pada perseroan biasa maka dikenakanlah Pajak Penghasilan dengan tarif 5% dari harga jual atau nilai pengalihan.
Tak berniat mengkritisi kebijakan ini karena behind the scene dari surat itu agak sedikit rumit (saat itu masih bertugas di Subdit PPh Badan—tempat surat ini dikonsep) salah satunya adalah pertimbangan bahwa Pajak Penghasilan atas farm out akan lebih baik jika dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final mengingat jika tidak difinalkan maka akan menimbulkan kerumitan tersendiri ketika pelaporan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Dan pilihan untuk itu yang paling mendekati dan masuk akal adalah transaksi pengalihan saham. Meskipun tak pernah bisa menyenangkan semua pihak, namun ada niat baik dalam surat ini dan ini harusnya kita hormati. Jadi mari kita tutup cerita tentang surat penegasan tersebut sebagai aturan terbatas yang berlaku hanya terhadap Wajib Pajak yang tercantum dalam surat tersebut.

PENGENAAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lalu bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan atas pengalihan participating interest/farm out terhadap Wajib Pajak lainnya? Apakah dapat dipersamakan dengan kebijakan  dalam surat penegasan Nomor S-472/PJ.42/2003 tersebut?.

Mempertimbangkan berbagai hal saya berpendapat bahwa perlakuan Pajak Penghasilan terhadap transaksi pengalihan interest/farm out sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010, tidak perlu dipersamakan dengan perlakuan Pajak Penghasilan terhadap transaksi pengalihan saham. Kita ikuti saja apa titah Undang-Undang tentunya dengan segala konsekuensinya.

Mendasarkan diri pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (lihat tulisan sebelumnya) maka mari kita bersepakat bahwa penghasilan yang timbul dari transaksi pengalihan interest atau farm out adalah jenis penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum. Dan layaknya jenis penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum lainnya, maka pelaporannya pada SPT Tahunan PPh Badan digabungkan dengan penghasilan lain yang juga dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum lalu didapatlah satu dasar pengenaan pajak.
         
PENGHASILAN DARI FARM OUT DIGABUNG DENGAN PENGHASILAN DARI PSC SCHEME

Sebagaimana kita ketahui bahwa industri migas adalah industri yang memiliki kekhususannya tersendiri termasuk salah satunya adalah jenis penghasilan mereka. Penghasilan KKKS terdiri dari penghasilan dalam rangka PSC Scheme dan Penghasilan di luar PSC Scheme. Atas penghasilan dalam rangka PSC Scheme terdapat kewajiban Pajak Perseroan (PPh Pasal 25) dan PBDR (PPh Pasal 26) yang telah dihitung berdasarkan actual lifting pada tahun pajak yang bersangkutan sehingga pada umumnya SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak KKKS adalah Nihil.

SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak KKKS dimungkinkan menjadi Kurang Bayar apabila terdapat penghasilan di luar PSC Scheme yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, misalnya penghasilan dari pengalihan participating interest/farm out (sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010) seperti yang telah dibahas di atas.

          Penggabungan penghasilan dalam rangka PSC Scheme dan penghasilan dari pengalihan participating interest/farm out dalam SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak KKKS memang tidak lazim dilakukan namun inilah konsekuensinya jika kita lurus mengikuti apa kata Undang-Undang dibanding harus memaksakan diri dengan mempersamakannya dengan transaksi pengalihan saham yang secara hukum tak punya pijakan.

Bahan Bacaan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan




Siang yang sejuk!

Senin, 16 September 2013

DASAR PENGENAAN FARM OUT SEBELUM BERLAKUNYA PP 79 TAHUN 2010



A.   SECUIL BASA-BASI
“Hidup adalah tentang hari ini dan yang akan datang, jangan pernah mengusik masa lalu karena kita tidak sedang hidup di masa lalu”---kira-kira gimana perasaanmu jika sebagai Account Representative (AR) mendapat jawaban imaginatif seperti di atas dari Wajib Pajak ketika melakukan himbauan pembayaran atas transaksi pengalihan participating interest untuk tahun tahun sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010. Wkwkwwk pasti akan kagetz dan langsung ngusap-ngusap pipi atau kalau AR-nya perempuan dan pake jilbab otomatis langsung pegang ujung jilbab sambil kedap kedip dan tersipu-sipu gak jelas (sama persis seperti akting seorang gadis yang sedang dilamar versi layar lebar tahun 60-an---pegang ujung taplak meja sambil tersipu-sipu).Bwahaha lebay!
Hanya ingin menyampaikan bahwa dalam melaksanakan tugas sehari-hari sebagai AR, ada buanyak sekali kejadian yang tak terduga, ada buanyak sekali statement2 Wajib Pajak yang bikin tercengang-cengang, dan ada buanyak sekali kemungkinan-kemungkinan lain yang diatas kertas terlihat mokal namun didunia nyata benar-benar terjadi, intinya diperlukan banyak improvisasi jika menghadapi kejadian-kejadian kayak begini karena disamping tak pernah diajarkan dalam dinas juga tak ada SOP-nya. Jadi improvisasi memegang peranan penting disini. Catet!!!!
----------
B.   DASAR HUKUM PENGENAAN FARM OUT SEBELUM PP 79 TAHUN 2010
          Langsung ke topik ya walaupun kelam masa lalu adalah guru yang terbaik, berkaca darinyalah maka lahirlah PP 79 Tahun 2010 yang berusaha menyelesaikan masalah-masalah pengalihan participating interest di masa lalu. Istilah pengalihan participating interest baru diperkenalkan secara resmi pada PP 79 Tahun 2010. Dalam surat-menyurat kedinasan Direktur Jenderal Pajak terdahulu, istilah yang biasa digunakan untuk menyebut pengalihan participating interest adalah farm in farm out (istilah ini umum dipakai dalam bisnis migas untuk menyebut adanya aktivitas pengalihan kepemilikan hak pengelolaan blok migas).
          Pengenaan Pajak Penghasilan atas farm in farm out pada suatu wilayah kerja migas sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010 tidak diatur secara spesifik, dan berhubung Undang-Undang Pajak Penghasilan menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak darimanapun asalnya yang dapat dipergunakan untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut maka dasar hukum pengenaan Pajak Penghasilan atas transaksi farm in farm out adalah Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pengertian penghasilan dalam Undang-Undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Bicara filosofi, tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan.
Karena Undang-Undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali kerugian yang diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan lain yang dikenakan tarif umum.
Berikut saya kutipkan dasar hukum terkait:
Pasal 4 Undang-Undang Pajak Penghasilan
UU Nomor 17 Tahun 2000
(mulai berlaku 01 Januari 2001)
UU Nomor 36 Tahun 2008
(mulai berlaku 01 Januari 2009)
Pasal 4
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

Pasal 4 ayat (1) huruf d:
Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta



Pasal 4 ayat (1) huruf p:
Tambahan kekayaan neto
Pasal 4
Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk:

Pasal 4 ayat (1) huruf d.5
keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan

Pasal 4 ayat (1) huruf p:
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak.
C.   SURAT PENEGASAN TERKAIT FARM OUT SEBELUM BERLAKUNYA PP 79 TAHUN 2010
Ada baiknya kita melihat Surat Penegasan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pajak terkait permasalahan pengalihan participating interest sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010. Surat Penegasan lazimnya diterbitkan dalam rangka menjawab pertanyaan dari  satu Wajib Pajak, dari satu asosiasi ataupun dari suatu kelompok kepentingan tertentu. Oleh karena Surat Penegasan digunakan untuk merespon sebuah pertanyaan maka umumnya surat penegasan ditujukan hanya untuk si penanya. Maka menurut pendapat saya sebuah surat penegasan adalah bukan sebuah dasar hukum yang mengikat. Jika bukan sebuah dasar hukum yang mengikat, setidaknya apakah surat penegasan dapat dijadikan sebuah jurisprudensi??
Sebelumnya kita intip dulu apa itu jurisprudensi, jurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia adalah putusan Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung Indonesia yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam memeriksa dan memutus perkara dalam lingkup Peradilan Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara, Agama dan Niaga yang dikualifikasi. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI yang telah beberapa kali dipergunakan sebagai acuan bagi para Hakim untuk memutus suatu perkara yang sama sehingga menjadi sumber hukum yang memiliki kekuatan mengikat secara relatif.
Putusan Mahkamah Agung tersebut akan diseleksi oleh Tim Khusus dan apabila dianggap layak untuk menjadi Yurisprudensi maka akan dipublikasikan oleh Mahkamah Agung. Judul atau Nama dari publikasi tersebut disesuaikan dengan tahun terbitannya misalnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2006.
Nah menjadi terang benderang sekarang, bahwa untuk dapat mempersamakan sebuah surat penegasan dengan sebuah jurisprudensi adalah tidak mungkin dan tidak pas. Maka tetap saya berpendapat bahwa surat penegasan adalah bukan dasar hukum dan tidak pula dapat dijadikan jurisprudensi.
Meskipun demikian tetap ada manfaatnya jika kita melihat apa isi surat penegasan Direktur Jenderal Pajak terkait masalah pengalihan participating interest sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010 sebagai bahan telaah atau sekedar sebagai sebuah sudut pandang yang akan memperkaya wawasan. Mantap!
Surat Penegasan Nomor S-472/PJ.42/2003 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Farm Out Perusahaan Asing ini beredar luas dengan nama Wajib Pajak atau penanya yang sudah disamarkan. Berikut saya ringkaskan isi surat dimaksud:
Kasus

  1. Sebuah perusahaan yang berkedudukan di British Virgin Island mempunyai 100%  interest pada Kontrak Bagi Hasil dengan ABC
  2. Setelah menandatangani Kontrak Bagi Hasil, perusahaan mengalihkan kepemilikan interest-nya kepada pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (farm out). Atas pengalihan ini perusahaan mendapatkan pembayaran dalam bentuk kas 
  3. Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilannya?

Dasar Hukum:

  1. Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000:
  2. Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
  3. Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000:  " Atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh persen dari perkiraan penghasilan neto)"
  4. Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 434/KMK.04/1999 tanggal 24 Agustus 1999 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap atas Penghasilan Berupa Keuntungan dari Penjualan Saham, diatur bahwa:

Ayat (1)
Atas penghasilan dari penjualan saham perseroan yang diperoleh WPLN selain Bentuk Usaha Tetap (BUT) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan netto.
Ayat (2)
Terhadap WPLN berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka pemotongan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak pemajakannya ada pada pihak Indonesia.
Ayat (3)
Berdasarkan perkiraan penghasilan netto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 25% (dua puluh lima persen) dari harga jual, sehingga besarnya Pajak Penghasilan Pasal 26 adalah 20% X 25% atau 5% (lima persen) dari harga jual.
 SOLUSI

  1. Untuk tujuan perpajakan, pengalihan interest pada Kontrak Bagi Hasil migas dipersamakan dengan pengalihan saham pada perseroan di Indonesia;
  2. Karena Indonesia tidak mempunyai perjanjian penghindaran pajak berganda dengan British Virgin Island, maka atas keuntungan karena pengalihan interest pada Kontrak Bagi Hasil migas dikenakan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan;
  3. Pajak Penghasilan yang terutang atas pengalihan interest pada Kontrak Bagi Hasil migas adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual atau nilai pengalihan.

-------
Lalu bagaimana pengenaan dan pelaporan PPh atas pengalihan participating interest atau farm in farm out sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010?? Tulisan mengenai ini akan dibahas pada tulisan selanjutnya. Terima kasih.....salam insomnia.


Daftar Bacaan:
UU Nomor 17 Tahun 2000
UU Nomor 36 Tahun 2008
Wikipedia






Disepertiga malam yang akhir!