Kamis, 27 Juni 2013

Tulisan 2 : Kedudukan Hukum Tax Treaty Di Hadapan Undang-Undang Pajak Penghasilan

BRANCH PROFIT TAX KKKS: TARIF TAX TREATY ATAU TARIF PSC?

Tulisan 2 : Kedudukan Hukum Tax Treaty Di Hadapan Undang-Undang Pajak Penghasilan

Masih ingat resensi buku diblog-ku ini yang berjudul “Tax Treaty” dengan pengarang Bapak Anang Mury Kurniawan, SST, Ak, ternyata tak diduga-duga beliau jadi salah satu pengajar diklat DTSS PPh Menengah yang sedang aku ikuti minggu ini, untuk materi diklat “Perpajakan Internasional”. Sayangnya beliau ngajar di kelas sebelah bukan dikelasku, its oke masih bisa aku temui saat break dan tentunya tak lupa menggunakan kesempatan emas untuk sedikit discuss (lebih tepatnya nanya2) dengan beliau (pengennya bukuku ditandatangani beliau tapi tuh buku ternyata kutinggal di kantor).

Dihari ketiga kemarin belum berhasil ketemu karena saat break si bapak dosen ini sudah dikerubuti peserta diklat, dan kutunggu hingga 20 menit (ini artinya 20 menit waktu break-ku hangusss) kerumunan belum juga berakhir, apa boleh buat harus cari waktu lain. Dosen yang mengajarku menyarankan untuk menemui beliau pada jam makan siang di ruang makan dosen, tapi gak enak hati mengganggu beliau, ya sudah next time mudah-mudahan dipanggil diklat lagi dengan materi impian "PERPAJAKAN INTERNASIONAL". Wow!!
----
Tulisan kali ini mau mengupas kedudukan hukum suatu perjanjian perpajakan/ tax treaty yang diadakan antara Indonesia dengan Negara lain. Dirunut dari dasar hukum yang paling dasar dari diadakannya perjanjian perpajakan antar negara, yaitu:

1.      Pasal 11 ayat (1) UUD 1945 beserta peraturan perubahannya yang berbunyi:
Presiden dengan persetujuan DPR menyatakan perang, damai dan membuat perjanjian dengan Negara lain

Menurut Bagir Manan jika dikaitkan dengan tugas kewenangan DPR yaitu legislasi maka persetujuan DPR ini adalah berupa Undang-Undang.

Menurut Damos D. Agusman menyatakan persetujuan DPR ini tidak saja berupa UU, tapi dapat juga bentuk lain yang bersifat formil.

Dari 2 pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa kedudukan hukum dari perjanjian perpajakan adalah sama dengan UU Nasional seperti Undang-Undang lainnya.

2.      Pasal 32 A Undang-Undang Pajak Penghasilan disebutkan bahwa:
Dalam rangka peningkatan hubungan ekonomi dan perdagangan dengan Negara lain diperlukan suatu perangkat hokum yang berlaku khusus (lex-specialis) yang mengatur hak-hak pemajakan dari masing-masing Negara guna memberikan kepastian hukum dan menghindarkan pengenaan pajak berganda serta mencegah pengelakan pajak. Adapun bentuk dan materinya mengacu pada konvensi internasinal dan ketentuan lainnya serta ketentuan perpajakan nasional masing-masing Negara

Menurut UU PPh kedudukan hukum persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B) adalah sebagai aturan yang khusus (lex specialis) dihadapan Undang-Undang PPh, sehingga dalam hal terdapat ketentuan yang mengatur hal yang sama maka ketentuan P3B yang akan diberlakukan.


Oke, demikian kedudukan hukum dari sebuah traktat, terkait dengan topik bahasan utama yaitu BRANCH PROFIT TAX KKKS: TARIF TAX TREATY ATAU TARIF PSC, disarankan jangan mengambil kesimpulan apapun dulu dari Tulisan 2 ini karena disamping terlalu dini untuk mengambil kesimpulan juga kita belum melihat kedudukan hukum dari PSC. Tulisan-3 akan membahas "Kedudukan Hukum Production Sharing Contract Di Hadapan Tax Treaty".

Daftar Bacaan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan
Modul DTSS Menengah Pajak Penghasilan



Special Thanks:
Bapak Muhamad Riefqi Santoso--Dosen Perpajakan Internasional Pusdiklat Pajak----atas short discuss-nya



Nulis Diiringi lagunya Stephen Bishop---It Might Be You. Lagu ini jadi theme song-nya film lawas Tootsie yang dibintangi Dustin Hoffman, film jenis komedi yang asli romantis…tis dan sarat makna (tentang seseorang yang jungkir balik mempertahankan idealismenya)! Like dis dan recommended banget deh pokoknya!

Kamis, 20 Juni 2013

Temuan BPKP Diverifikasi Di KPP Migas---Tulisan 1-----edit version


DEMI KENYAMANAN SEMUA PIHAK SEBAGIAN BESAR TULISAN INI TELAH DIHAPUS SECARA PERMANEN. TERIMA KASIH SUDAH BERKUNJUNG, SUDAH MEMBACA, SUDAH LEAVE COMMENT!



Riuh rendah temuan hasil audit BPKP pada pertengahan tahun 2011 yang menyebutkan bahwa berdasarkan hasil audit BPKP tahun 2010 terdapat 14 kontraktor migas yang menunggak Pajak Penghasilan senilai USD159,3 juta (Rp1,58 triliun jika dikurskan). Kekurangan pembayaran yang oleh media masa disebut sebagai tunggakan ini terjadi akibat beberapa KKKS menerapkan tarif branch profit tax (PBDR) sesuai tarif tax treaty antara negara Indonesia dan negara domisili KKKS. Sedangkan menurut BPKP dalam menghitung branch profit tax KKKS seharusnya menggunakan tarif sesuai PSC yang lebih tinggi dari tarif tax treaty. Selisih antara penggunaan tarif berdasarkan tax treaty dan tarif berdasarkan PSC inilah yang kemudian jadi temuan BPKP dan oleh media masa disebut2 sebagai tunggakan pajak 14 kontraktor migas itu.

Dampak langsung dari temuan tersebut  pada bidang tugasku sebagai Account Representative (AR) pada KPP Minyak dan Gas Bumi adalah bahwa hasil audit BPKP yang dituangkan dalam Laporan Hasil Audit (biasa disebut sebagai LHA) ini harus ditindaklanjuti dengan menagih kekurangan pembayaran yang diakibatkan oleh selisih tarif tersebut di atas. Cara menagihnya dari mulai yang soft banget, yaitu penerbitan surat himbauan pembayaran selisih tarif sampai dengan penerbitan SKPKB melalui prosedur verifikasi.

Oke back to topic, jika diatas disebutkan bahwa masalah penerapan tarif atas branch profit tax/PBDR ini masih dispute, maka disini mau coba dicari pemahaman se-dispute apa sih?. Tapi harap sabar, tulisan tentang itu akan dibahas pada tulisan-tulisan berikutnya.





Ditulis dengan setting suara kodok dari kebun sebelah diiringi lagunya Peabo Bryson—Baby Can You Stop The Rain yang menyayat hati (cocok sekali buat sesiapapun yang pernah merasakan sakitnya sebuah kehilangan).

Minggu, 16 Juni 2013

Judicial Review PP 79 Tahun 2010 (PP Cost Recovery)

Definisi Judicial Review (versi ribet)
Judicial Review merupakan proses pengujian peraturan perundang-undangan yang lebih rendah terhadap peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi yang dilakukan oleh lembaga peradilan. Dalam praktik, judicial review (pengujian) undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945 dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi (“MK”). Sedangkan, pengujian peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU dilakukan oleh Mahkamah Agung (“MA”).

Definisi Judicial Review (versi asyik)----Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, S.H
Judicial Review adalah pengujian yang dilakukan melalui mekanisme lembaga peradilan terhadap kebenaran suatu norma.
Judicial Review (JR) dalam istilah awam disebut juga dengan uji materiil padahal JR sendiri meliputi materiil dan formil, bedanya materil dan formil adalah jika pengujian meteriil maka pengujian dilakukan atas materi muatan undang-undang sedangkan pengujian formil pengujian dilakukan atas pembentukannya.

Siapakah yang berhak mengajukan
Hak atas uji materi maupun uji formil ini diberikan bagi pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya dirugikan oleh berlakunya suatu undang-undang, yaitu:
  1. perorangan warga negara Indonesia;
  2. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;
  3. badan hukum publik atau privat; atau
  4. lembaga negara.
Jangka Waktu Pengajuan Judicial Review
Judicial Review diajukan paling lama 180 hari sejak ditetapkannya peraturan yang akan diajukan.

-----------------
JUDICIAL REVIEW TERHADAP PP 79 TAHUN 2010
Ngalor ngidul ngomongin JR, padahal intinya mau bahas peraturan perpajakan yang pernah diajukan JR kaitannya dengan migas yaitu PP 79 Tahun 2010/PP Cost Recovery.
JR terhadap PP 79 Tahun 2010 diajukan oleh Indonesian Petroleum Association (IPA) dikarenakan menurut IPA PP Cost Recovery ini dianggap benar2 kritikal (meresahkan) bagi investor migas.

Pasal apa saja yang diajukan Judicial Review oleh IPA?
A. Pasal 38 huruf b
Berikut kutipan lengkapnya:
Pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur secara tegas dalam kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk ketentuan mengenai:
  1. besaran bagian penerimaan negara;
  2. persyaratan biaya operasi yang dapat dikembalikan dan norma pembebanan biaya operasi;
  3. biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan;
  4. penunjukan pihak ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis;
  5. penerbitan surat ketetapan pajak penghasilan;
  6. pembebasan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas barang pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi;
  7. pajak penghasilan kontraktor berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor; dan
  8. penghasilan di luar kontrak kerja sama berupa uplift dan/atau pengalihan participating interest
  9. dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan wajib menyesuaikan dengan Peraturan Pemerintah ini.

B. Pasal 30
Berikut kutipan lengkapnya:
(1) Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu minyak bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana.
(2) Sebelum menetapkan besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan.
(3) Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan perbedaan tersebut.

C. Sebagian dari Pasal 12, terutama yang mengatur tentang pembatasan biaya-biaya yang dapat dikurangkan dalam perhitungan pajak.
Berikut kutipan lengkap Pasal 12:
(1) Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan harus memenuhi persyaratan:
a. dikeluarkan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di wilayah kerja kontraktor yang bersangkutan di Indonesia;
b. menggunakan harga wajar yang tidak dipengaruhi hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan;
c. pelaksanaan operasi perminyakan sesuai dengan kaidah praktik bisnis dan keteknikan yang baik;
d. kegiatan operasi perminyakan sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah mendapatkan persetujuan Kepala Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 dan Pasal 6.
(2) Biaya yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan operasi perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf a wajib memenuhi syarat:
a. untuk biaya penyusutan hanya atas barang dan peralatan yang digunakan untuk operasi perminyakan yang menjadi milik negara;
b. untuk biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek di Indonesia yang berasal dari luar negeri hanya untuk kegiatan yang:
  1. tidak dapat dikerjakan oleh institusi/lembaga di dalam negeri;
  2. tidak dapat dikerjakan oleh tenaga kerja Indonesia; dan
  3. tidak rutin;
c. untuk pemberian imbalan sehubungan dengan pekerjaan kepada karyawan/pekerja dalam bentuk natural kenikmatan dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
d. untuk pemberian sumbangan bencana alam atas nama Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan;
e. untuk pengeluaran biaya pengembangan masyarakat dan lingkungan yang dikeluarkan hanya pada masa eksplorasi;
f. untuk pengeluaran alokasi biaya tidak langsung kantor pusat dengan syarat: digunakan untuk menunjang usaha atau kegiatan di Indonesia; kontraktor menyerahkan laporan keuangan konsolidasi kantor pusat yang telah diaudit dan dasar pengalokasiannya; dan telah mendapat pertimbangan Menteri.

(3) Batasan maksimum biaya yang berkaitan dengan remunerasi tenaga kerja asing ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri.


Judicial Review tersebut diatas ditolak oleh Mahkamah Agung RI berikut Press Release dari Direktorat Jenderal Pajak, monggo klik sajah PRESS RELEASE JR PP 79 TAHUN 2010 DITOLAK MA




Daftar Bacaan:
  1. www.majalahtambang.com
  2.  www.hukumonline.com
  3. Buku Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H. Judul Hukum Acara Pengujian Undang-Undang
Special Thanks To: 
1. Teguh Aritonang aka my hubby, atas semua link dan penjelasannya.
2. Enggar Ferianto (teman di kubik sebelah), atas bantuan press releasenya.
3. Andri Achmed yang lagi nyekripsi, atas short discussnya.


mulai ditulis sejak kemarin sore diselingi interupsi dari anak2 & hubby, selesai ditulis pada jam 9 malam, lalu mulai kuedit jam 4 tadi, exactly right "tulisan itu ibarat sumur yang tak pernah kering" dan semua prosesnya adalah menyenangkan.

Jumat, 14 Juni 2013

Signing Bonus/Signature Bonus With Old Story



WITH OLD STORY: SEMAI V  DAN  MAHATO MANDIAN

Signing Bonus atau signature bonus secara mudah dapat diartikan sebagai sejumlah uang yang harus disetorkan oleh kontraktor migas pada saat penandatanganna kontrak PSC di awal proyek (bonus tandatangan), dana ini akan masuk ke Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nommor 12 Tahun 2012 tentang Jenis dan Tarif Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Signing Bonus ini termasuk un-recoverable cost dalam bisnis migas sehingga tak heran banyak kontraktor yang mbalelo tidak mau membayar signing bonus ini, tentunya KESDM sudah punya mekanisme untuk mencegah hal ini ya, salah satunya dengan mencabut izin eksplorasi para kontraktor misalnya.

CERITA LAMA BLOK SEMAI V
Mengorek luka lama alkisah pada Oktober 2008 diantara banyak peserta lelang Blok Semai V tersisalah 3 peserta lelang dengan penawaran tertinggi yaitu Amerada Hess, Konsorsium Murphy Overseas-INPEX, dan Konsorsium Pertamina dan Shell.
Hasil penilaian Tim Lelang Wilayah Kerja Migas oleh KESDM disampaikan ke Kementerian Keuangan. Hasil pembahasan selanjutnya menetapkan Amerada Hess, perusahaan minyak asal AS, sebagai operator migas di Blok Semai V.
Pada hari penandatanganan kontrak, Pertamina mengeluarkan pernyataan bahwa pihaknya menyesalkan keputusan pemerintah yang tidak memenangkan BUMN migas ini. Padahal, menurut Pertamina, pihaknya sudah memberikan total komitmen investasi yang jauh di atas Hess. Menurut Pertamina total komitmen kerja untuk 3 (tiga tahun) pertama yang diajukan adalah US$ 252,26 juta, jauh di atas komitmen investasi penawaran Hess yang besarnya hanya US$ 143 juta. Memang diakui bahwa komitmen bonus tandatangan yang diajukan Pertamina lebih kecil dibanding yang ditawarkan Hess, yaitu US$ 15 juta berbanding US$ 40 juta. Namun perlu disadari bahwa bonus tandatangan adalah dana yang berlaku satu kali diterima negara di awal proyek, (hmmm selisihnya lumayan juga buat beli dawet, bisa buat berendem malah, wwkkwk)
Belakangan KESDM menyatakan bahwa signing bonus bukanlah satu-satunya dasar pertimbangan memilih Hess (lha yang bilang satu-satunya siapa ya!), tetapi dasarnya adalah penilaian atas aspek-aspek teknis (tercermin pada proposal pengajuan tender dan tanya jawab), keuangan (tercermin dalam laporan keuangan tentunya), dan kinerja (tercermin dalam komitmen program eksplorati terutama di 3 tahun pertama). Yang bener Pertamina atau KESDM ya, Wallahualam.

DONGENG BLOK MAHATO MANDIAN
Dibilang dongeng karena kejadiannya sudah luamma sekali tahun 1980an, kutulis disini karena menurutku ini masih nyambung dengan topik di atas dan tentunya menarik  untuk nambah wawasan. 
Konon di tahun 1980an dibukalah penawaran blok baru bernama Mahato Mandian yang terletak di Sumatera Tengah (tepatnya Riau), lebih tepatnya lagi berada di sebelah barat daya Blok Rokan yang dikelala Caltex yang terkenal berlimpah ruah minyaknya.

Wow bertetanggaan dengan Blok Rokan yang melimpah ruah minyaknya tentunya Blok Mahato Mandian juga diprediksi akan melimpah ruah juga minyaknya. Bahkan banyak orang yang berpendapat beserta teori geologinya tentunya bahwa Blok Mahato Mandian ini akan lebih dahsyat dibanding Blok Rokan karena secara letak geologis Blok Mahato Mandian dipersepsikan sebagai induknya lalu Blok Rokan adalah anaknya. Jika anaknya sudah subur begitu apalagi dengan induknya ya, demikian teorinya.


Maka Blok Mahato Mandian diperebutkan kala itu, diantara yang memperebutkan tersebutlah dua jagoan besar yang sangat diperhitungkan yaitu Caltex dan Conoco. Yang bikin geger bin gempar pada masa itu adalah Conoco yang demikian bernafsu memberikan bonus tanda tangan yang very fantastis US$60 juta (bandingkan dengan case-nya Semai V diatas yang nota bene terjadi tahun 2008), extremely WOW kan?


Dan dimulailah drama eksplorasi itu oleh Conoco dengan melakukan pengeboran di belasan titik, hasilnya saudara-saudara, ternyata kering semua. Maka dengan gigit jari pada tahun 1985 setelah 4 tahun eksplorasi blok Mahato Mandian dikembalikan ke negara.


Pointnya disini bukan masalah keserakahan ya (emangnya ini sesi ceramah, bukan tauuu) tapi adalah mengapa bisa terjadi disebelah blok yang subur minyaknya seperti Blok Rokan, mayoritas blok-blok disekitarnya malah kering minyak aka dry hole?

Masih berdasarkan ilmu geologi, katanya penyebab blok-blok diseberang Blok Rokan dry hole padahal hanya dipisahkan oleh sungai Rokan ternyata karena terdapatnya patahan besar yang mengakibatkan reservoir yang berada jauh didasar bumi terisi air yang menyebabkan lama kelamaan minyaknya hilang, (maaf ya para geolog sekaligus pembaca kalo penjelasanku agak kacau).


Ada dua teori geologi disini yaitu pertama pas awal sebelum eksplorasi: dikatakan akan banyak ditemukan minyak pada blok-blok disekitaran Blok Rokan dengan berbagai pertimbangannya, lalu teori kedua saat setelah eksplorasi tak menemukan minyak: dikatakan terdapat patahan besar di dasar bumi yang mengakibatkan blok-blok di sekitar Blok Rokan dry hole

Oke disini aku yang awam mulai mempercayai teori yang banyak kudengar ketika gempa tsunami tahun 2004 dulu terjadi, bahwa fenomena alam yang terjadi didalam bumi amat sangat sulit diprediksi sebaliknya fenomena alam yang terjadi di atas bumi dapat dengan mudah diprediksikan bahkan hingga ke menit dan detiknya. O begitu ya!.




Source:
-Majalah Tambang
-Wikipedia
-Buku: “Menggugat Pengelolaan Sumber Daya Alam, Menuju Negara Berdaulat” , Marwan Batubara




Ditulis pada pukul 1.30 dalam dingin yang menggigit, tetap dalam senyap yang makin indah!

Senin, 10 Juni 2013

Instant Tips For Account Representative



DEMI KENYAMANAN SEMUA PIHAK MAKA TULISAN INI SAYA HAPUS SECARA PERMANEN!




---------
Mengenang “masa-masa indah” Tahun 2008-an masih disepertiga malam yang akhir dalam senyap yang juga indah!