Minggu, 22 September 2013

PENGENAAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN ATAS FARM OUT SEBELUM BERLAKUNYA PP 79 TAHUN 2010



MUQODIMAH (hayah...)
Tiba-tiba teringat atasanku yang dulu almarhum Bapak Harry Slamet Harriady, aku menghormati sekaligus mengagumi beliau dalam banyak hal. Dalam memoriku beliau itu kombinasi dari pandai, cerdik, simpel, tulus, sedikit ndableg, sedikit nekat, dan selalu yakin dalam mengambil keputusan meskipun ada beberapa diantaranya bukan keputusan yang tepat. Pribadi yang menarik dan tentunya seksi, setidaknya itu yang ada dikepalaku dulu sekali saat baru lulus, fase mencari identitas dan saat itu dihadapkan pada boss yang cukup nyentrik dan beda tersebut. Hmmm!
Bertahun-tahun setelahnya walau berganti-ganti atasan, aku masih ngefans sama beliau, pemikiran-pemikirannya, nasehat-nasehatnya, juga kebaikan-kebaikannya. Bapak semoga kebaikanmu dapat menjadi penolongmu di alam sana, Amin.
Bicara soal pribadi yang menarik dan seksi (kenapa juga harus ada tambahan seksi sih------sssst biar lebay), tentu semua orang punya gambaran sendiri-sendiri. Sepakat!

TENTANG SURAT PENEGASAN ITU
Sedikit refresh tulisan sebelumnya yang mana saya menuliskan bahwa surat penegasan adalah bukan dasar hukum yang mengikat. Mengingat surat penegasan adalah jawaban atas sebuah pertanyaan maka surat penegasan hanya mengikat si penanya yang dicantumkan dalam surat penegasan tersebut.
Catatan penting dari surat penegasan Nomor S-472/PJ.42/2003 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Farm Out Perusahaan Asing adalah bahwa untuk tujuan perpajakan transaksi pengalihan interest/farm out pada kontrak bagi hasil dipersamakan dengan transaksi pengalihan saham pada perseroan biasa. Dan oleh karena dipersamakan dengan transaksi pengalihan saham pada perseroan biasa maka dikenakanlah Pajak Penghasilan dengan tarif 5% dari harga jual atau nilai pengalihan.
Tak berniat mengkritisi kebijakan ini karena behind the scene dari surat itu agak sedikit rumit (saat itu masih bertugas di Subdit PPh Badan—tempat surat ini dikonsep) salah satunya adalah pertimbangan bahwa Pajak Penghasilan atas farm out akan lebih baik jika dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final mengingat jika tidak difinalkan maka akan menimbulkan kerumitan tersendiri ketika pelaporan pada SPT Tahunan Pajak Penghasilan. Dan pilihan untuk itu yang paling mendekati dan masuk akal adalah transaksi pengalihan saham. Meskipun tak pernah bisa menyenangkan semua pihak, namun ada niat baik dalam surat ini dan ini harusnya kita hormati. Jadi mari kita tutup cerita tentang surat penegasan tersebut sebagai aturan terbatas yang berlaku hanya terhadap Wajib Pajak yang tercantum dalam surat tersebut.

PENGENAAN DAN PELAPORAN PAJAK PENGHASILAN

Lalu bagaimana perlakuan Pajak Penghasilan atas pengalihan participating interest/farm out terhadap Wajib Pajak lainnya? Apakah dapat dipersamakan dengan kebijakan  dalam surat penegasan Nomor S-472/PJ.42/2003 tersebut?.

Mempertimbangkan berbagai hal saya berpendapat bahwa perlakuan Pajak Penghasilan terhadap transaksi pengalihan interest/farm out sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010, tidak perlu dipersamakan dengan perlakuan Pajak Penghasilan terhadap transaksi pengalihan saham. Kita ikuti saja apa titah Undang-Undang tentunya dengan segala konsekuensinya.

Mendasarkan diri pada Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan (lihat tulisan sebelumnya) maka mari kita bersepakat bahwa penghasilan yang timbul dari transaksi pengalihan interest atau farm out adalah jenis penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum. Dan layaknya jenis penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum lainnya, maka pelaporannya pada SPT Tahunan PPh Badan digabungkan dengan penghasilan lain yang juga dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan tarif umum lalu didapatlah satu dasar pengenaan pajak.
         
PENGHASILAN DARI FARM OUT DIGABUNG DENGAN PENGHASILAN DARI PSC SCHEME

Sebagaimana kita ketahui bahwa industri migas adalah industri yang memiliki kekhususannya tersendiri termasuk salah satunya adalah jenis penghasilan mereka. Penghasilan KKKS terdiri dari penghasilan dalam rangka PSC Scheme dan Penghasilan di luar PSC Scheme. Atas penghasilan dalam rangka PSC Scheme terdapat kewajiban Pajak Perseroan (PPh Pasal 25) dan PBDR (PPh Pasal 26) yang telah dihitung berdasarkan actual lifting pada tahun pajak yang bersangkutan sehingga pada umumnya SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak KKKS adalah Nihil.

SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak KKKS dimungkinkan menjadi Kurang Bayar apabila terdapat penghasilan di luar PSC Scheme yang tidak dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, misalnya penghasilan dari pengalihan participating interest/farm out (sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010) seperti yang telah dibahas di atas.

          Penggabungan penghasilan dalam rangka PSC Scheme dan penghasilan dari pengalihan participating interest/farm out dalam SPT Tahunan PPh Badan Wajib Pajak KKKS memang tidak lazim dilakukan namun inilah konsekuensinya jika kita lurus mengikuti apa kata Undang-Undang dibanding harus memaksakan diri dengan mempersamakannya dengan transaksi pengalihan saham yang secara hukum tak punya pijakan.

Bahan Bacaan:
Undang-Undang Pajak Penghasilan




Siang yang sejuk!

2 komentar:

  1. Siang juga diatas dibahas penghasilan diluar psc scheme, bagaimana untuk perlakuan biaya diluar psc sheme bolehkah dimasukkan ? bila boleh berarti ada lebih bayar pajak ?

    terima kasih infonya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Penghasilan di luar PSC Scheme dikenakan PPh secara final, sebagaimana kita ketahui bahwa semua biaya yang berkaitan dengan penghasilan yang dikenakan PPh secara final maka biaya tersebut tidak dapat dibebankan sebagai biaya. Mengapa tidak boleh?? Dari sudut teoritis penetapan besaran tarif PPh Final yang berbeda-beda untuk setiap jenis penghasilan konon salah satunya adalah karena didalamnya sudah dipertimbangkan adanya unsur biaya yang timbul.

      Hapus