A. SECUIL BASA-BASI
“Hidup
adalah tentang hari ini dan yang akan datang, jangan pernah mengusik masa lalu
karena kita tidak sedang hidup di masa lalu”---kira-kira gimana perasaanmu
jika sebagai Account Representative (AR) mendapat jawaban imaginatif seperti
di atas dari Wajib Pajak ketika melakukan himbauan pembayaran atas transaksi
pengalihan participating interest untuk tahun tahun sebelum berlakunya
PP 79 Tahun 2010. Wkwkwwk pasti akan kagetz dan langsung ngusap-ngusap pipi
atau kalau AR-nya perempuan dan pake jilbab otomatis langsung pegang ujung jilbab
sambil kedap kedip dan tersipu-sipu gak jelas (sama persis seperti akting
seorang gadis yang sedang dilamar versi layar lebar tahun 60-an---pegang ujung
taplak meja sambil tersipu-sipu).Bwahaha lebay!
Hanya
ingin menyampaikan bahwa dalam melaksanakan tugas sehari-hari sebagai AR, ada
buanyak sekali kejadian yang tak terduga, ada buanyak sekali statement2
Wajib Pajak yang bikin tercengang-cengang, dan ada buanyak sekali kemungkinan-kemungkinan
lain yang diatas kertas terlihat mokal namun didunia nyata benar-benar terjadi,
intinya diperlukan banyak improvisasi jika menghadapi kejadian-kejadian kayak
begini karena disamping tak pernah diajarkan dalam dinas juga tak ada SOP-nya.
Jadi improvisasi memegang peranan penting disini. Catet!!!!
----------
B.
DASAR HUKUM PENGENAAN
FARM OUT SEBELUM PP 79 TAHUN 2010
Langsung ke topik ya walaupun kelam
masa lalu adalah guru yang terbaik, berkaca darinyalah maka lahirlah PP 79
Tahun 2010 yang berusaha menyelesaikan masalah-masalah pengalihan participating
interest di masa lalu. Istilah pengalihan participating interest baru
diperkenalkan secara resmi pada PP 79 Tahun 2010. Dalam surat-menyurat
kedinasan Direktur Jenderal Pajak terdahulu, istilah yang biasa digunakan untuk
menyebut pengalihan participating interest adalah farm in farm out
(istilah ini umum dipakai dalam bisnis migas untuk menyebut adanya aktivitas
pengalihan kepemilikan hak pengelolaan blok migas).
Pengenaan Pajak Penghasilan atas farm
in farm out pada suatu wilayah kerja migas sebelum berlakunya PP 79 Tahun
2010 tidak diatur secara spesifik, dan berhubung Undang-Undang Pajak
Penghasilan menganut prinsip pemajakan atas penghasilan dalam pengertian yang
luas, yaitu bahwa pajak dikenakan atas setiap tambahan kemampuan ekonomis yang
diterima atau diperoleh Wajib Pajak darimanapun asalnya yang dapat dipergunakan
untuk konsumsi atau menambah kekayaan Wajib Pajak tersebut maka dasar hukum
pengenaan Pajak Penghasilan atas transaksi farm in farm out adalah
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Pengertian
penghasilan dalam Undang-Undang PPh tidak memperhatikan adanya penghasilan dari
sumber tertentu, tetapi pada adanya tambahan kemampuan ekonomis. Bicara
filosofi, tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan Wajib Pajak tersebut untuk ikut
bersama-sama memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan
pembangunan.
Karena
Undang-Undang PPh menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis
penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam suatu tahun pajak digabungkan
untuk mendapatkan dasar pengenaan pajak. Dengan demikian, apabila dalam satu
tahun pajak suatu usaha atau kegiatan menderita kerugian, maka kerugian
tersebut dikompensasikan dengan penghasilan lainnya, kecuali kerugian yang
diderita di luar negeri. Namun demikian, apabila suatu jenis penghasilan
dikenakan pajak dengan tarif yang bersifat final atau dikecualikan dari Objek
Pajak, maka penghasilan tersebut tidak boleh digabungkan dengan penghasilan
lain yang dikenakan tarif umum.
Berikut
saya kutipkan dasar hukum terkait:
Pasal 4 Undang-Undang Pajak
Penghasilan
UU Nomor 17 Tahun
2000
(mulai berlaku 01
Januari 2001)
|
UU Nomor 36 Tahun
2008
(mulai berlaku 01
Januari 2009)
|
Pasal 4
Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
Pasal 4 ayat (1) huruf d:
Keuntungan karena penjualan atau
karena pengalihan harta
Pasal 4 ayat (1) huruf p:
Tambahan kekayaan neto
|
Pasal 4
Yang menjadi objek pajak adalah
penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun,
termasuk:
Pasal 4 ayat (1) huruf d.5
keuntungan karena penjualan atau
pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda turut serta dalam
pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan
Pasal 4 ayat (1) huruf p:
Tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan
yang belum dikenakan pajak. |
C.
SURAT PENEGASAN
TERKAIT FARM OUT SEBELUM BERLAKUNYA PP 79 TAHUN 2010
Ada
baiknya kita melihat Surat Penegasan yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal
Pajak terkait permasalahan pengalihan participating interest sebelum
berlakunya PP 79 Tahun 2010. Surat Penegasan lazimnya diterbitkan dalam rangka
menjawab pertanyaan dari satu Wajib
Pajak, dari satu asosiasi ataupun dari suatu kelompok kepentingan tertentu. Oleh
karena Surat Penegasan digunakan untuk merespon sebuah pertanyaan maka umumnya
surat penegasan ditujukan hanya untuk si penanya. Maka menurut pendapat saya
sebuah surat penegasan adalah bukan sebuah dasar hukum yang mengikat. Jika
bukan sebuah dasar hukum yang mengikat, setidaknya apakah surat penegasan dapat
dijadikan sebuah jurisprudensi??
Sebelumnya
kita intip dulu apa itu jurisprudensi, jurisprudensi Mahkamah Agung Indonesia
adalah putusan Majelis Hakim Agung di Mahkamah Agung Indonesia yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap berisi kaidah hukum yang diberlakukan dalam memeriksa
dan memutus perkara dalam lingkup Peradilan Pidana, Perdata, Tata Usaha Negara,
Agama dan Niaga yang dikualifikasi. Beberapa Yurisprudensi Mahkamah Agung RI
yang telah beberapa kali dipergunakan sebagai acuan bagi para Hakim untuk
memutus suatu perkara yang sama sehingga menjadi sumber hukum yang memiliki
kekuatan mengikat secara relatif.
Putusan
Mahkamah Agung tersebut akan diseleksi oleh Tim Khusus dan apabila dianggap
layak untuk menjadi Yurisprudensi maka akan dipublikasikan oleh Mahkamah Agung.
Judul atau Nama dari publikasi tersebut disesuaikan dengan tahun terbitannya
misalnya Yurisprudensi Mahkamah Agung Tahun 2006.
Nah
menjadi terang benderang sekarang, bahwa untuk dapat mempersamakan sebuah surat
penegasan dengan sebuah jurisprudensi adalah tidak mungkin dan tidak pas. Maka
tetap saya berpendapat bahwa surat penegasan adalah bukan dasar hukum dan tidak
pula dapat dijadikan jurisprudensi.
Meskipun
demikian tetap ada manfaatnya jika kita melihat apa isi surat penegasan
Direktur Jenderal Pajak terkait masalah pengalihan participating interest
sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010 sebagai bahan telaah atau sekedar sebagai
sebuah sudut pandang yang akan memperkaya wawasan. Mantap!
Surat
Penegasan Nomor S-472/PJ.42/2003 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Atas Farm
Out Perusahaan Asing ini beredar luas dengan nama Wajib Pajak atau penanya yang
sudah disamarkan. Berikut saya ringkaskan isi surat
dimaksud:
Kasus
- Sebuah perusahaan yang berkedudukan di British Virgin Island mempunyai 100% interest pada Kontrak Bagi Hasil dengan ABC
- Setelah menandatangani Kontrak Bagi Hasil, perusahaan mengalihkan kepemilikan interest-nya kepada pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (farm out). Atas pengalihan ini perusahaan mendapatkan pembayaran dalam bentuk kas
- Bagaimana perlakuan Pajak Penghasilannya?
Dasar Hukum:
- Pasal 4 ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000:
- Yang menjadi Objek Pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta.
- Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000: " Atas penghasilan dari penjualan harta di Indonesia, kecuali yang diatur dalam Pasal 4 ayat (2), yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia, dan premi asuransi yang dibayarkan kepada perusahaan asuransi luar negeri, dipotong pajak 20% (dua puluh persen dari perkiraan penghasilan neto)"
- Berdasarkan Pasal 2 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 434/KMK.04/1999 tanggal 24 Agustus 1999 tentang Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Penghasilan yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Luar Negeri Selain Bentuk Usaha Tetap atas Penghasilan Berupa Keuntungan dari Penjualan Saham, diatur bahwa:
Ayat (1)
Atas penghasilan
dari penjualan saham perseroan yang diperoleh WPLN selain Bentuk Usaha Tetap
(BUT) dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari perkiraan penghasilan
netto.
Ayat (2)
Terhadap WPLN
berkedudukan di negara-negara yang telah mempunyai Persetujuan Penghindaran
Pajak Berganda (P3B) dengan Indonesia, maka pemotongan pajak sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) hanya dilakukan apabila berdasarkan P3B yang berlaku, hak
pemajakannya ada pada pihak Indonesia.
Ayat (3)
Berdasarkan
perkiraan penghasilan netto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah 25% (dua
puluh lima persen) dari harga jual, sehingga besarnya Pajak Penghasilan Pasal
26 adalah 20% X 25% atau 5% (lima persen) dari harga jual.
SOLUSI
- Untuk tujuan perpajakan, pengalihan interest pada Kontrak Bagi Hasil migas dipersamakan dengan pengalihan saham pada perseroan di Indonesia;
- Karena Indonesia tidak mempunyai perjanjian penghindaran pajak berganda dengan British Virgin Island, maka atas keuntungan karena pengalihan interest pada Kontrak Bagi Hasil migas dikenakan pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 26 ayat (2) Undang-undang Pajak Penghasilan;
- Pajak Penghasilan yang terutang atas pengalihan interest pada Kontrak Bagi Hasil migas adalah sebesar 5% (lima persen) dari harga jual atau nilai pengalihan.
-------
Lalu
bagaimana pengenaan dan pelaporan PPh atas pengalihan participating interest atau farm in
farm out sebelum berlakunya PP 79 Tahun 2010?? Tulisan mengenai ini akan
dibahas pada tulisan selanjutnya. Terima kasih.....salam insomnia.
Daftar Bacaan:
UU Nomor 17 Tahun 2000
UU Nomor 36 Tahun 2008
Wikipedia
Disepertiga
malam yang akhir!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar